Kalikih Santan, Minuman Tradisional yang Kembali Digemari di Musim Panas

 

source: RRI.co.id

Halo sobat Gen Z! Di tengah derasnya tren minuman kekinian yang menghiasi kafe-kafe dan media sosial, satu minuman sederhana khas Minangkabau justru kembali menjadi primadona, terutama saat musim panas tiba. Namanya kalikih santan, sebuah sajian ringan yang terbuat dari potongan buah pepaya matang (kalikih) yang disajikan dengan kuah santan manis dan es batu. Sekilas terlihat sederhana, namun menyimpan kekayaan rasa dan cerita dari masa lampau.

Di kota Bukittinggi, minuman ini mulai kembali bermunculan di pasar-pasar tradisional hingga gerobak keliling. Salah satunya bisa ditemui di Pasar Lereng, tempat Uni Salmah (45) berjualan minuman dan jajanan tradisional sejak lebih dari satu dekade lalu. “Biasanya ini hanya saya bawa kalau bulan puasa atau cuaca panas. Tapi sekarang hampir tiap hari ada yang tanya. Anak muda juga banyak yang cari. Mungkin mereka rindu rasa yang asli dan alami,” ujar Uni Salmah sambil meracik minuman untuk pelanggannya.

Kalikih santan menyajikan harmoni rasa manis buah pepaya dengan gurihnya santan kelapa segar. Tidak ada bahan pengawet, tidak ada pewarna buatan. Hanya pepaya matang pohon, santan murni, sedikit gula pasir atau gula aren, dan sejumput garam untuk memperkuat rasa. Biasanya disajikan dingin dengan tambahan es batu, menjadikannya pelepas dahaga yang tidak hanya menyegarkan, tetapi juga menyentuh rasa nostalgia.


Kalikih santan bukan hanya sekadar minuman pelepas dahaga. Ia adalah bagian dari identitas budaya masyarakat Minangkabau. Dalam kesederhanaannya, tersimpan nilai tentang alam yang memberi, tentang resep warisan keluarga, dan tentang cinta pada tradisi. Dengan kesadaran masyarakat yang kian meningkat terhadap makanan sehat dan alami, kalikih santan mungkin akan terus bertahan di tengah zaman

Dengan kombinasi rasa manis, gurih, dan kesegaran alami, kalikih santan menjadi simbol sederhana dari kekayaan kuliner Sumatera Barat yang masih lestari di tengah arus modernisasi. Kembali populernya minuman ini juga menjadi harapan bagi para pedagang kecil bahwa kuliner tradisional tidak akan pernah mati, selama ada generasi yang mau merawat dan menikmatinya.



penulis: Qaren Haryi Anantasya 

editor: Pretti Sinta Mahendra 

Previous Post Next Post