Adam Saleh : Penjaga Warisan Suruik Di Daerah Limau Manis

 



Limau Manis, Padang – Di pelosok daerah asri jalan Limau Manis Kota Padang, terdapat sebuah pondok kayu sederhana yang setiap paginya diiringi dengan suara “krek-krek” dari bilah bambu yang sedang dipotong. Di dalamnya, seorang pria berusia 73 tahun yang terampil dan berpengalaman sedang terduduk mengerjakan sesuatu. dialah Pak Adam, salah satu pengrajin Suruik di wilayah ini. 


Suruik adalah alat kukusan tradisional dari Minangkabau yang dibuat dari anyaman bambu. Dulu, Suruik merupakan alat yang sangat penting di dapur masyarakat Minang, dipakai untuk mengukus lamang, kue basah, bahkan nasi. Kini, dengan kemajuan teknologi dan hadirnya peralatan memasak modern, keberadaan suruik mulai terpinggirkan dan hampir terlupakan. 


“Dulu, ibu saya selalu menggunakan suruik saat memasak. Kini, generasi muda lebih akrab dengan rice cooker dibandingkan alat ini”, ungkap Pak Adam sembari menipiskan serat bambu menggunakan pisau kecil. Ia mulai belajar membuat Suruik pada usia 12 tahun dari ayahnya yang juga seorang pengrajin. Sejak saat itu, ia tak pernah berhenti. 


Setiap Suruik dibuat melalui proses yang panjang. Bambu pilihan harus direndam selama beberapa hari, dijemur, lalu dipotong halus dan dianyam dengan teknik khusus agar kuat dan mampu menahan uap panas. “Jika salah dalam menganyam, uapnya bisa bocor. Makanan jadi tidak matang dengan baik,” jelasnya. 


Walaupun jumlah peminatnya semakin sedikit, Pak Adam tetap menerima pesanan dari pelaku UMKM, pencinta kuliner tradisional, hingga kolektor barang budaya. Ia juga sering diundang untuk mengajarkan cara membuat suruik di sekolah dan komunitas. 


Baginya, Suruik bukan sekadar alat memasak, tetapi melambangkan kearifan lokal yang harus dijaga. “Jika kita tidak menjaga budaya kita sendiri, siapa lagi yang akan melakukannya? ” tuturnya dengan senyum bijak sambil mengikat bambu terakhir di pangkuannya.



penulis: Pretti Sinta Mahendra

editor: Brenda Della Sanky

Previous Post Next Post