Halo, Sobat Gen-Z! Di balik kelezatan rendang dan gulai khas Minang yang melegenda, tersimpan rahasia dapur yang tak banyak diketahui: alat masak tradisional khas Sumatera Barat. Bukan sekadar alat, tetapi juga simbol budaya yang masih bertahan di tengah arus modernisasi dapur masa kini.
Salah satu alat yang paling mencolok adalah kawah, sebuah wajan besar dari besi yang kerap digunakan untuk memasak rendang dalam jumlah besar saat kenduri atau acara adat. Dipadukan dengan tungku tigo sajarangan, yakni tungku dari tiga batu sebagai penyangga, proses memasak pun menjadi pengalaman penuh filosofi. Filosofi tiga tungku ini bahkan mencerminkan nilai gotong royong dan musyawarah dalam masyarakat Minangkabau.
Tidak kalah menarik, ada pula kuali tanah liat, yang dipercaya membuat masakan lebih sedap berkat panas yang merata dan rasa alami yang dihasilkan. Alat ini masih digunakan oleh rumah makan tradisional yang setia menjaga autentisitas rasa.
Dalam proses meracik bumbu, masyarakat Minang menggunakan batu lado, ulekan batu bertekstur kasar yang mampu mengeluarkan aroma kuat dari cabai dan rempah. Alat ini menjadi sahabat setia dalam menciptakan sambal lado mudo dan lado merah yang menggoda selera.
“Saya sendiri masih menggunakan kuali tanah liat dan batu lado untuk memasak di rumah,” ujar Bu Ida, seorang ibu rumah tangga di Padang. “Menurut saya, masakan jadi lebih wangi dan rasanya lebih meresap. Anak-anak juga lebih suka.”
Di era digital ini, alat masak tradisional justru mulai dilirik kembali oleh generasi muda yang ingin menghidupkan kearifan lokal di dapur modern mereka. Beberapa UMKM bahkan mulai memproduksi ulang alat-alat ini dengan desain yang disesuaikan, tanpa menghilangkan nilai warisan budayanya.
Jadi, jika kamu ingin menjajal rasa asli Minang, jangan lupa intip juga alat masaknya. Karena sejatinya, rasa yang luar biasa berasal dari proses yang penuh makna.
penulis: M. Royyan Alghifari
editor: Muharni Zain
