Pinyaram, Makanan Jadul yang Tak Lekang oleh Zaman

 

RRI.co.id

Halo sobat Gen-Z! Di tengah gemerlapnya jajanan kekinian yang ramai di media sosial seperti donat, mochi, hingga croffle beraneka topping. Ternyata, masih ada satu kudapan tradisional yang tetap dicari, dirindukan, dan dicintai oleh masyarakat Minangkabau. Pinyaram, kue berbentuk bulat pipih ini bukan hanya sekadar camilan, tetapi juga menjadi simbol tradisi, kenangan masa kecil, dan memiliki kesan hangat dalam setiap gigitannya.

Di Kota Bukittinggi, tepatnya di Los Saka Pasa Bawah, ada satu tempat yang menjual kue pinyaram yang bernama Pinyaram Tuan Naro. Meskipun tempatnya sederhana dan berada di antara deretan penjual rempah dan kue tradisional lainnya, aroma khas pinyaram yang baru diangkat dari wajan selalu berhasil menarik perhatian pembeli yang berlalu-lalang di pasar.

Bahan dasar pinyaram memang sederhana, yakni dengan campuran beras ketan putih, gula merah, dan santan. Proses pembuatannya memerlukan ketelitian dan kesabaran. Beras ketan direndam semalaman lalu digiling halus. Gula merah dilelehkan dan dicampur dengan santan segar. Setelah adonan tercampur rata, adonan pinyaram didiamkan dalam suhu ruangan sebelum akhirnya digoreng satu per satu dengan api sedang. Kalau terlalu panas, bagian luar gosong tapi dalamnya mentah. Makanya harus sabar dan tahu waktu,kata Ibu Ema sambil membalik pinyaram dengan sumpit kayu panjang.

Pinyaram buatan Ibu Ema sudah dikenal luas karena teksturnya yang empuk, rasa manisnya yang pas, serta aromanya yang khas. Tak heran jika Pinyaram khas buatan Ibu Ema ini banyak digemari oleh wisatawan dari luar Kota Bukittinggi. Beberapa bahkan memesan dalam jumlah besar untuk dibawa sebagai oleh-oleh atau disajikan saat acara adat dan hari besar keagamaan.


Kalau lebaran atau baralek ( pesta), biasanya pesanan bisa dua sampai tiga kali lipat. Banyak yang sudah langganan dari Padang, Payakumbuh, bahkan Jakarta,tambahnya.

 

 

Resep Pinyaram Sederhana ala Ibu Ema

Bagi yang penasaran ingin mencoba membuat pinyaram di rumah, berikut resep sederhana yang bisa diikuti:

Bahan:

-  500 gram beras ketan putih

-  250 gram gula merah

-  200 ml santan kental

-  Sejumput garam

-  Minyak goreng secukupnya

Cara Membuat:

1.  Rendam beras ketan selama 45 jam, lalu giling halus.

2.  Lelehkan gula merah, saring, dan campur dengan santan.

3.  Campur semua bahan menjadi adonan. Diamkan 1 jam.

4.  Goreng satu sendok sayur adonan dalam minyak panas dan api kecil hingga matang.

5.  Tiriskan dan siap disajikan.

Bagi Ibu Ema, Pinyaram bukan hanya mata pencaharian, tapi juga bentuk cinta terhadap budaya. Saya ingin anak-anak muda tahu, makanan tradisional itu jangan sampai punah. Kita harus bangga dengan rasa yang diwariskan oleh orang tua kita, ungkap ibu ema.

Di tengah dunia yang terus berubah, Pinyaram tetap menjadi pengingat bahwa makanan bukan hanya sekadar rasa, tetapi juga tentang warisan, cerita, dan identitas. Selama masih ada orang seperti Ibu Ema, rasa jadul itu tak akan pernah lekang oleh zaman.



penulis: Qaren Haryi Anantasya 

editor: Pretti Sinta Mahendra 

Previous Post Next Post