Halo sobat Gen-Z! Di tengah
gemerlapnya jajanan kekinian yang ramai di media sosial seperti donat, mochi, hingga
croffle beraneka topping. Ternyata,
masih ada satu kudapan
tradisional yang tetap dicari, dirindukan, dan dicintai oleh
masyarakat Minangkabau. Pinyaram, kue berbentuk bulat pipih ini bukan hanya
sekadar camilan, tetapi juga menjadi simbol tradisi, kenangan masa kecil, dan
memiliki kesan hangat dalam setiap gigitannya.
Di
Kota Bukittinggi, tepatnya di Los
Saka Pasa Bawah, ada satu tempat yang menjual kue pinyaram yang
bernama Pinyaram Tuan Naro. Meskipun tempatnya sederhana dan berada di antara
deretan penjual rempah dan kue tradisional lainnya,
aroma khas pinyaram
yang baru diangkat dari wajan selalu berhasil
menarik perhatian pembeli yang berlalu-lalang di pasar.
Bahan
dasar pinyaram memang sederhana, yakni dengan campuran beras ketan putih, gula
merah, dan santan. Proses pembuatannya memerlukan ketelitian dan kesabaran. Beras ketan direndam semalaman lalu digiling
halus. Gula merah dilelehkan dan dicampur dengan
santan segar. Setelah
adonan tercampur rata, adonan
pinyaram didiamkan dalam suhu ruangan
sebelum akhirnya digoreng
satu per satu dengan api
sedang. “Kalau terlalu panas, bagian
luar gosong tapi dalamnya mentah. Makanya harus sabar dan tahu waktu,”
kata Ibu Ema sambil membalik pinyaram dengan sumpit kayu
panjang.
Pinyaram buatan Ibu Ema sudah
dikenal luas karena teksturnya yang empuk, rasa manisnya yang pas,
serta aromanya yang khas. Tak heran jika Pinyaram khas buatan Ibu Ema ini
banyak digemari oleh wisatawan dari luar Kota Bukittinggi. Beberapa bahkan
memesan dalam jumlah besar untuk dibawa sebagai oleh-oleh atau disajikan saat
acara adat dan hari besar keagamaan.
“Kalau lebaran atau baralek ( pesta), biasanya
pesanan bisa dua sampai tiga kali lipat. Banyak yang sudah langganan dari Padang,
Payakumbuh, bahkan Jakarta,” tambahnya.
Resep Pinyaram Sederhana ala Ibu Ema
Bagi yang penasaran ingin mencoba membuat
pinyaram di rumah,
berikut resep sederhana
yang bisa diikuti:
Bahan:
- 500 gram beras ketan putih
- 250 gram gula
merah
- 200 ml santan kental
- Sejumput garam
- Minyak goreng secukupnya
Cara Membuat:
1.
Rendam beras ketan selama
4–5 jam, lalu giling
halus.
2.
Lelehkan gula merah, saring,
dan campur dengan
santan.
3.
Campur semua bahan menjadi
adonan. Diamkan 1 jam.
4.
Goreng satu sendok sayur adonan dalam minyak panas dan api kecil hingga
matang.
5.
Tiriskan dan siap disajikan.
Bagi Ibu Ema, Pinyaram
bukan hanya mata pencaharian, tapi juga bentuk cinta terhadap budaya. “Saya ingin anak-anak muda tahu, makanan tradisional itu jangan sampai
punah. Kita harus bangga dengan rasa yang diwariskan oleh orang tua kita,” ungkap ibu ema.
Di
tengah dunia yang terus berubah, Pinyaram tetap menjadi pengingat bahwa makanan
bukan hanya sekadar rasa, tetapi
juga tentang warisan,
cerita, dan identitas. Selama masih ada orang seperti Ibu Ema,
rasa jadul itu tak akan pernah lekang oleh zaman.
penulis: Qaren Haryi Anantasya
editor: Pretti Sinta Mahendra
