source: Pinterest
Halo, Sobat Gen-Z! Udah tau belum kunci dari kelezatan masakan Minangkabau yang mendunia, ada satu elemen penting yang tak banyak diketahui orang: kancah. Alat masak tradisional berbahan tembaga atau besi tebal ini bukan sekadar wadah, tetapi kunci dari dapur Minang yang sesungguhnya. Kancah menghadirkan rasa yang tak tergantikan oleh alat masak modern.
Kancah digunakan secara turun-temurun oleh masyarakat Minangkabau untuk memasak berbagai hidangan khas, mulai dari sajian berbumbu kental hingga makanan penutup tradisional. Proses memasak menggunakan kancah membutuhkan waktu, kesabaran, dan teknik api yang tepat. Namun hasilnya sepadan: masakan menjadi lebih kaya, bumbunya meresap sempurna, dan aroma yang dihasilkan begitu khas.
Beberapa masakan ikonik yang dimasak dengan kancah antara lain:
Rendang Daging – Dimasak perlahan selama berjam-jam hingga santan mengering dan bumbu menghitam. Teksturnya empuk, rasanya gurih, dan aromanya kuat. Rendang yang dimasak dalam kancah memiliki karakter rasa yang lebih dalam dan otentik.
Tambusu – Usus sapi yang diisi adonan tahu dan telur, lalu dimasak dalam gulai bersantan. Kelezatan tambusu terletak pada keseimbangan rasa isiannya dan kuah yang kaya rempah.
Kalio Ayam – Versi awal dari rendang dengan tekstur kuah kental, sering disajikan dalam berbagai acara adat. Kalio yang dimasak dalam kancah memiliki warna keemasan dan rasa santan yang menyatu sempurna dengan bumbu.
Bubur Kampiun – Hidangan penutup yang terdiri dari berbagai jenis bubur tradisional seperti bubur sumsum, candil, dan ketan hitam. Semuanya dimasak dalam kancah besar yang mampu menampung banyak bahan sekaligus, menjadikannya hidangan istimewa saat bulan Ramadan dan acara keluarga.
Kancah bukan hanya alat, melainkan simbol dari proses memasak yang mengedepankan kesabaran dan rasa hormat terhadap warisan kuliner. Di banyak rumah makan tradisional di Sumatera Barat, penggunaan kancah masih dipertahankan karena dipercaya mampu menghadirkan rasa asli yang tak bisa ditiru alat dapur modern.
Menjaga tradisi bukan berarti menolak kemajuan. Tapi lewat kancah, kita diajak untuk kembali memahami bahwa rasa terbaik datang dari proses yang tidak terburu-buru. Dari nyala api yang tenang, dari adukan tangan yang sabar, dan dari warisan yang terus dijaga.
penulis: Innesia Anisa Faradila
editor: Muharni Zain
